Tuesday 8 March 2011

UTIS ITU PUNTUNG ROKOK

Jumat siang, entar waktunya pukul berapa. 26 Juni 1981, seorang bayi lahir. Proses persalinan berlangsung di Rumah Bersalin Sarinah. Kemungkinan sekarang menjadi rumah sakit milik pertamina di Jl. Mulawarman, Tarakan.

Orang tuaku: Sarnianto dan Djuminem, sepakat menamaiku Sutresno Wahyudi. Konon doa kedua orangtua nama itu memiliki arti tersendiri. Su --- merupakan perwakilan nama kedua orang tuaku. Kemudian tresno, kalau dalam bahasa Jawa diterjemahkan ke bahasa Indonesia artinya cinta. Kemudian wahyu, erat kaitannya dengan pemberiaan Allah dan dia sebagai tambahan.

Jadi secara keseluruhan, kedua orangtua mendoakan agar anak sulungnya ini selalu dicintai oleh siapapun dan taat kepada Allah dst. Kira-kira begitulah. Doa orangtua benar-benar ijabah. Kecilku, kata ibu, hampir tiap hari, tetanggaku berebut membawaku jalan-jalan. Mereka menyukaiku yang kata ibuku lagi, aku itu menggemaskan, lucu. Bahkan, salah satu pasangan suami istri (pasutri) yang suaminya bekerja sebagai sopir taksi membawaku keliling Tarakan dengan kendaraan tersebut tiap sore.

Oh ya, hampir saja terlupa, menjadi kebiasaanku sewaktu masa-masa balita dahulu, setiap selesai dimandikan aku selalu meminta dibawa jalan-jalan. Suatu saat, orangtuaku menyeletuk, ternyata hobiku jalan-jalan itu pertanda aku mendapati pekerjaan sebagai wartawan.


Masih soal masa kecilku, karena menyadari aku selalu minta jalan setelah dimandikan, ibuku selalu merendam aku dibak air saat beliau belum selesai mencuci pakaian dan aktivitas dapur lainnya. Barulah selesai semua, aku dimandikan, dan seperti biasa diajak jalan-jalan. Beruntung, kedua orangtuaku tak perlu repot harus mengajak aku jalan-jalan tiap hari. Tetanggaku selalu berebut minta giliran mengajak jalan-jalan.


Ibuku bercerita, ada orangtua namanya Mbak Gemuk, tinggal di Karang Balik dan tak jauh dari pasar buah yang berada di belakang Toko Makmur sekarang, sangat menyukaiku. Dia sudah meningal dunia, entah tahun kapan, tapi tidak di Tarakan. Kabar terakhir di Jawa. Saking sayangnya sama aku, kepada ibuku almarhumah Mbak Gemuk itu tak henti-hentinya di saat menimang aku selalu berkata, "Nanti kalau tole (aku) sudah besar, bantuin mbak ambil air ya," begitu kata ibuku menirukan kudangan almarhumah mbak Gemuk.


Dia memanggilku Utis. Utis itu kalau dalam bahasa Jawa artinya puntung rokok. Hmmm.... panggilan ini bukan karena bodiku seperti puntung rokok, tapi ada sejarahnya. Suatu ketika, saat aku masih balita sempat mabuk lantaran tanpa diketahui orangtuaku aku memakan puntung rokok. Orangtuaku sempat panik. Tapi setelah melihat di mulutku ada sisa tembakau, langsung dicari penawarnya. Almarhumah bak Gemuk lantas menyarankan diberi minum kopi dan tempe goreng... Benar, sarannya manjur. Sejak itulah dan sampai sekarang aku menyukai sekali tempe goreng.


Tak hanya puntung rokok, uang logam pernah ku makan. Beruntung bapakku segera tahu. Tapi banyak bicara, dia langsung memukul punggungku hingga keluar uang logam itu. Hehehehe.. lucu juga kalau orangtuaku menceritakan masa kecilku. Memang, kata ibu, aku itu termasuk tipe anak yang memiliki rasa keinginannya tinggi. Selain itu, punya banyak akal.

Pernah suatu ketika, almarhumah mbak Gemuk tadi memijatku, entah karena kesakitan, aku langsung menggigit pahanya hingga menyisahkan cacat karena gigitan gigiku. Demikian halnya bapak, suatu ketika saat siang hari, dia asyik tertidur tanpa memakai baju. Aku datang menghampiri dan langsung "menyusui" hingga bengkak dan bapakku terkejut. Bapakku mengaku sakit, tapi mengetahui kecerobohannya, dia hanya tersenyum saat itu.


Hmmm..... ngantuk (sambung lagi tulisannya, Insya Allah)*****