Wednesday 10 November 2010

Mengikuti Studi Tour Siswa Berprestasi se-Tarakan (1)

Kunjungi Sekolahnya Andhika The Titans, Kagumi Dalagita

Eks bangunan Urfese Larage School di Jl. Sumatera masih terlihat megah. Sehari setelah peringatan Hari Sumpah Pemuda, 40 siswa berprestasi se-Kota Tarakan mengunjungi bangunan peninggalan Pemerintah Hindia Belanda tersebut. Apa saja kegiatan mereka?

JUMAT pagi (29/10), lalu lintas di pusat kota Bandung terlihat ramai sekali. Terutama di Jl. Sumatera, badan jalannya yang tak terlalu lebar, sedikit merepotkan bus yang mengangkut rombongan studi wisata pendidikan siswa SLTP dan SLTA berprestasi se-Tarakan yang dikoordinir Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Tarakan menuju ke bangunan yang dindingnya dipoles cat hijau muda.

“Pagi ini kita ke SMP Negeri 2 Bandung, salah satu sekolah unggulan di Bandung,” kata Sekretaris Disdik Tarakan Ir Edi Susanto MSi yang ikut dalam rombongan study tour.

Tiba di pelataran sekolah, guru dan siswa SMP 2 Bandung yang mengenakan pakaian seragam biru-biru menyambut kehadiran tamunya dengan ramah. Lalu, rombongan diarahkan menuju ke gedung olahraga yang telah direnovasi dan diresmikan 1 Maret 2007.

“Bangunan sekolah kami memang sangat sederhana. Terutama bagian depan, konstruksinya tetap dipertahankan. Walau demikian, dari sekolah ini sudah banyak alumni-alumninya yang jadi orang ternama. Ada yang jadi pejabat seperti Pak Agum Gumelar. Kalau penyanyi malah nggak terhitung lagi,” kata Delis, guru bahasa Inggris di sekolah itu kepada Radar Tarakan yang ikut dalam rombongan.

Sederet alumni SMP 2 Bandung yang menjadi selebriti di antaranya Tri Utami, Rachel Maryam yang sekarang menjadi anggota DPR RI, mantan personel Peterpan yang sekarang bergabung di The Titans: Andhika, dan almarhum Harry Roesli.

“Ini (SMP 2 Bandung) juga sekolahnya Andhika The Titans. Dia termasuk artis yang sering mengunjungi sekolah ini, selagi ada kegiatan di Bandung. Kalau almarhum Kang Harry Roesli, beliaulah yang menciptakan hymne SMP 2 Bandung,” terang Delis lagi.

Dalam waktu yang bersamaan, terdengar kelompok musik angklung membawakan lagu-lagu mancanegara. Rombongan dari Tarakan mengungkapkan kekagumannya lewat tepuk tangan. Bahkan, para siswa yang terpilih mengikuti studi wisata pendidikan karena berprestasi di bidang akademik dan non akademik itu tak melewatkan momen tersebut dengan mengabadikannya melalui kamera digital, kamera ponsel, dan handycame. Beberapa guru pendamping juga tak mau ketinggalan.

“Mereka kompak sekali. Penampilannya sangat bagus,” kata Abdullah, guru SMA 3 Tarakan sembari mengarahkan handycame-nya ke arah panggung.

Usai penampilan kelompok musik angklung, dilanjut penampilan vokal grup terdiri lima siswa SMP 2 Bandung. Kali ini, penampilan mereka yang menamakan vokal grup Dalagita benar-benar mencuri perhatian rombongan Tarakan. Terlebih saat Fauzia Irva Lestari menjelaskan bahwa mereka pernah meraih juara pada even nasional di Festival Lomba Seni Siswa 2010, dan even internasional pada World Choir Games di Tiongkok, Juli 2010.

“Dalagita ini terbentuk 2 tahun lalu. Nama Dalagita memiliki arti gadis remaja dalam bahasa Filipina,” kata Fauzia Irva Lestari sembari memperkenalkan personel Dalagita lainnya yakni Anya, Matia, Nanda, dan Aulia.

Dalagita juga sedang mengikuti kompetisi yang diselenggarakan salah satu stasiun televisi nasional. “Mohon dukungan dengan mengirim SMS sebanyak-banyaknya,” pinta remaja berwajah ayu tersebut.

Sebagai informasi, sejarah SMP 2 Bandung dimulai sekitar tahun 1948 dengan nama Indofuropese Vereneging Kubbk School. Sekolah ini semula berlokasi di Jl. Kalipah Apo, kemudian pindah ke Jl. Kasatriaan, Jl. Papandayan, dan Jl. Babatan. Setelah ke Jl. Sumatera no. 42 pada tahun 1950, berubah nama menjadi SMP 2 Bandung, menempati bangunan bekas sekolah Belanda yang dibangun pada tahun 1913 oleh pemerintah Hindia Belanda dan diambil alih oleh pemerintah Indonesia hingga sekarang.

Dikenal sebagai sekolah unggulan, karena pelajar SMP 2 Bandung kerap meraih prestasi di banyak kompetisi. Mulai even di tingkat regional, nasional hingga internasional. Tak hanya seni, tapi juga olahraga dan bidang ekstrakurikuler lainnya. Lantas apa yang dilakukan pihak sekolah hingga melahirkan siswa-siswa berprestasi?

Pertama diawali mulai dari penerimaan siswa baru. Ada seleksi melalui jalur non-akademis yang dilakukan saat pendaftaran.

“Jalur non-akademis terdiri atas jalur bakat prestasi dan peserta didik tidak mampu,” kata Kepala SMP 2 Bandung Tata Kusnadi MPd kepada Radar Tarakan.

Dia menjelaskan, calon peserta didik yang akan mendaftar melalui jalur bakat prestasi adalah mereka yang mempunyai bakat dan prestasi istimewa dalam bidang intelektual, estetika dan olahraga yang dibuktikan dengan piagam, sertifikat, medali atau piala yang pernah diraihnya.

“Kalau calon peserta didik tidak mampu adalah mereka yang kondisi sosial ekonomi orangtuanya dikategorikan tidak mampu atau miskin sehingga tidak mempunyai kemampuan untuk membayar biaya pendidikan anaknya dengan dibuktikan oleh Surat Keterangan Tidak Mampu dari kecamatan dan SD asal,” terangnya.

Saat pemasukan berkas pendaftaran, pihak sekolah menerapkan map yang berbeda. Misalnya saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2010, bagi calon peserta didik yang memiliki bakat prestasi di bidang olahraga menggunakan map biru, berprestasi di bidang kesenian dengan map kuning, map hijau untuk kreatifitas dan bina prestasi.

“Untuk KKSA (Kartu Kendali Siswa Anak) yang diperuntukkan bagi siswa dari keluarga tidak mampu menggunakan map merah,” jelas Tata Kusnadi.

Pola semacam ini, lanjut dia, memudahkan pihak sekolah dan terutama guru untuk mengetahui potensi yang dimiliki siswanya. Mereka yang berbakat di bidang olahraga, secara intensif terus dibina agar membuahkan prestasi. Demikian pula untuk bidang-bidang lainnya.

“Rutin tiap minggu, kami ada jadwal pembinaan ekstrakurikuler. Dilakukan setelah proses kegiatan belajar mengajar selesai,” imbuhnya.

Dimas Riyanto, siswa kelas 7, misalnya. Dia memilih kegiatan ekskul bahasa Jepang. Kegiatannya dilaksanakan tiap Jumat. Pengajarnya didatangkan dari Jepang. “Namanya mister Kenta,” sebut siswa yang berdomisili di Kota Cimahi, Jawa Barat.

Menurut Dimas, bisa bersekolah di SMP 2 Bandung menjadi kebanggaan tersendiri. Sama halnya dengan sekolah lainnya, sekolah ini juga memiliki guru Bimbingan Konseling (BK) yang senantiasa memantau perkembangan siswanya. Jika ada siswa yang “bermasalah”, maka guru BK yang langsung turun tangan. Tidak langsung menghukum, tapi mencari akar permasalahan yang dihadapi siswa itu. “Kami bisa curhat tentang apapun sama guru BK. Beliau orangnya sangat baik,” kata Dimas lagi.

Coret-coretan terutama yang lazim dilaksanakan pasca pengumuman kelulusan siswa juga tak dilarang. Eitsss...., tapi jangan salah persepsi dulu? “Coret-coretan memang tidak dilarang di sekolah kami, tapi ada tempat khusus,” kata Henisa, salah satu siswi di sekolah.

Sebuah triplek melamin warna putih dipasang di dinding sebuah bangunan yang letaknya di depan toilet. Di tempat inilah menjadi media bagi siswa-siswi untuk coret-coretan.

“Hanya di tempat itu, kalau di tempat lain tidak boleh. Sekolah kami sangat disiplin, itu yang menjadi kebanggaan saya bisa bersekolah di sini,” ujar Dimas Riyanto.

Hal lainnya yang menjadi kekaguman rombongan dari Tarakan, khususnya guru pendamping, adalah budaya cium tangan setiap siswa bertemu dengan guru. Dimanapun mereka bertemu dengan gurunya! Sehingga bukan tidak mungkin, ridho guru menjadi salah satu modal utama bagi siswa untuk melahirkan banyak prestasi.

“Ini tidak hanya di SMP 2 Bandung saja, tapi saat saya berkunjung ke SMK juga demikian. Setiap siswa bertemu gurunya, mereka selalu cium tangan. Ini sangat jarang sekali ditemui di Tarakan,” kata Ibrahim, guru pendamping asal SMK 1 Tarakan.(bersambung/trisno@radartarakan.com)

No comments: