Wednesday 10 November 2010

Mengikuti Study Tour Siswa Berprestasi se-Tarakan (2)

Di Cikole Disambut Kabut Tebal, di Cisarua Dihadang Macan Tutul

Panorama alam nan indah di Desa Cikole membuat mata lelah menjadi segar. Namun tiba-tiba kembali menjadi redup tatkala pandangan di depan terhalang kabut putih yang lumayan tebal. Belum lagi saat berada di wilayah Cisarua, macan tutul (Panthera pardus) berwajah garang menghadang di tengah jalan membuat perjalanan kali ini cukup menegangkan.

CIKOLE merupakan wilayah pedesaan yang menjadi surga bagi mata. Hijaunya tanaman palawija di sisi kanan dan kiri sepanjang Jalan Raya Tangkuban Perahu, Lembang, merupakan panorama alam yang dapat dilihat di wilayah tertentu saja.

Ya, agenda selanjutnya rombongan pelajar SLTP dan SLTA berprestasi se-Tarakan yang mengikuti studi wisata pendidikan ke Gunung Tangkuban Perahu. Namun sebelum mencapai ke salah satu gunung berapi yang masih aktif dan terus diawasi Direktorat Vulkanologi Indonesia serta memiliki bentuk Stratovulcano, rombongan singgah terlebih dahulu di Grafika Cikole.

Di sini merupakan rest area (tempat istirahat) yang cukup refresentatif karena terletak di jalur wisata Tangkuban Perahu, Air Panas Ciater, Teropong Bintang Lebang, dan Museum Geologi. Selain menikmati santapan makan siang khas Sunda, beberapa pelajar maupun pegawai Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Tarakan yang tergabung dalam rombongan studi wisata pendidikan tersebut, juga menikmati permainan flying fox dengan panjang 125 meter, dan kebun strawberry petik sendiri.

Bisa menikmati dua fasilitas tersebut, per orang cukup mengeluarkan isi saku sebesar Rp 30 ribu. Rinciannya, Rp 25 ribu untuk permainan flying fox (pulang dan pergi) sembari menikmati pemandangan rumah desa yang berada di sela-sela pepohonan cemara (Casuarinaceae sp). Selebihnya, untuk tiket masuk kebun strawberry plus menikmati jus dari buah yang kaya pigmen warna antosianin, mengandung antioksidan yang tinggi, serta diyakini mampu mencegah penyakit kanker payudara dan leher rahim.

Walaupun sebenarnya masih ada arena bermain (outbond) lainnya yang tak kalah menarik di kawasan ini seperti jembatan tali dua, jembatan borma, turun tebing (repling), jaring laba-laba, arena berkuda, mini moto ATV, serta permainan terbaru dan lebih menantang "jembatan elvis" dan dilengkapi permainan anak seperti rumah pohon.

“Ayo kita ke Gunung Tangkuban Perahu biar tidak kesorean,” kata seorang pemandu kepada rombongan yang tampak asyik menikmati pemandangan di Grafika Cikole.

Kendaraan yang membawa rombongan langsung menuju Tangkuban Perahu. Gunung yang memiliki ketinggian 2.084 meter di atas permukaan laut tersebut selalu dikaitkan dengan legenda Sangkuriang, yang dikisahkan jatuh cinta kepada ibu kandungnya, Dayang Sumbi. Namun saat rombongan masuk di pintu pertama langsung disambut kabut putih yang tebal.

“Wah, kalau kabut tebalnya begini, agak sulit kita menyaksikan pemandangan kawah Tangkuban Perahu,” kata Dedi, pengemudi mobil Avanza yang membawa Sekretaris Disdik Tarakan Ir Edi Susanto MSi dan Radar Tarakan yang ikut dalam study tour tersebut.

Hadangan kabut putih juga sedikit menyulitkan pandangan pengemudi menuju ke puncak salah satu kawah. “Tangkuban Perahu ini terdapat terdapat tiga kawah yang sering dikunjungi. Ada Kawah Ratu, Kawah Upas, dan Kawah Domas,” terang salah seorang pemandu kepada wartawan koran ini.

Kawah Domas misalnya, terdapat sumber air panas yang memiliki kandungan belerang dan dipercaya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit kulit, atau dimanfaatkan sumber air panas.

“Kalau untuk merebus telur ayam dengan cara memasukkan telur itu ke dalam genangan air panas selama kurang lebih 10 menit sudah matang,” imbuhnya.

Rombongan tak mengunjungi Kawah Domas dan Kawah Upas, melainkan Kawah Ratu. Semula akibat kabut yang cukup tebal, tak ada pemandangan yang menakjubkan bisa disaksikan pada kawah terbesar di Tangkuban Perahu. Namun karena hujan di sekitar Kota Bandung, perlahan kabut putih itu pun lenyap.

“Wah serem juga ternyata. Kalau tadi kabutnya seperti itu dan tiba-tiba gunung ini meletus, bagaimana kita ini,” kata Ibrahim, guru pendamping SMK 1 Tarakan berseloroh.

Selain ketiga kawah tersebut, di Tangkuban Perahu juga terdapat Kawah Baru, Kawah Lanang, Kawah Ecoma, Kawah Jurig, Kawah Siluman, Kawah Jarian, dan Pangguyangan Badak.

Serunya perjalanan studi wisata pendidikan di Cikole dan Tangkuban Perahu ternyata tak kalah saat rombongan berada di Cisarua, Bogor, esoknya. Selain melewati kawasan Puncak yang terkenal perkebunan tehnya yang luas saat hujan lumayan deras mengguyur bumi, kendaraan yang membawa rombongan sempat berjam-jam terhenti.

“Jalur dari Jakarta ke Puncak macet total, makanya kami siasati dengan membuat satu jalur dengan sistem buka tutup,” kata petugas dari Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Bogor.

Akibat kemacetan sekitar lebih 4 kilometer ini, praktis membuat rombongan tiba di Taman Safari Indonesia, Cisurua, sore hari. Walau demikian, 40 pelajar berprestasi ini sempat menikmati detik demi detik perjalanan yang menegangkan, terutama saat berada di safari park. Di lokasi ini, rombongan langsung menyaksikan ribuan koleksi satwa dari dekat dengan konsep kebun binatang masa kini di mana satwa dilepas seperti di habitat aslinya. Tidak hanya satwa endemik Indonesia, tapi juga satwa langka dunia, hingga serasa melakukan perjalanan di hutan belantara dunia sambil menikmati keindahan panorama alam di lereng Gunung Pangrango. Antara lain ada singa Afrika (Panthera leo), hewan khas tanah Arab: unta atau onta, baik yang berpunuk tunggal (Camelus dromedarius) maupun berpunuk ganda (Camelus bactrianus), beruang madu atau malayan sun bear (Helarctos malayanus), dan si leher panjang Jerapah (Giraffa camelopardalis).

Ssttt....kunci kaca mobil rapat-rapat! Beberapa ekor macam tutul dan harimau putih (Pantera tigris) menghadang rombongan. Salah satunya memiliki tubuh lumayan besar, kira-kira tingginya hampir separo mobil Avanza. Ketegangannya jangan ditanya lagi, karena jarak penumpang yang terdapat di dalam mobil Avanza (termasuk Radar Tarakan) hanya berjarak sekitar satu meter saja dengan macan tutul yang mondar-mandir dan dalam posisi siap menerkam mangsanya. Sangat dekat. “Jangan nyalakan blitz. Khawatirnya nanti macam tutul itu naik di atas mobil,” pinta Dedi, si pengemudi.

Meski dihadang hewan karnivora yang terkenal sangat buas, keamanan tetap terjamin. Asalkan pengunjung mengindahkan aturan pengelola Taman Safari Indonesia, di antaranya tidak membuka kaca mobil kecuali saat berada di kawasan hewan-hewan tertentu, apalagi jangan sampai turun dari mobil. Sangat berbahaya! Selain itu, petugas dengan kendaraan patrolinya yang khas juga mengamati gerak-gerik hewan dan pengunjung. Tulisan bagian terakhir besok tentang penuturan warga sekitar Desa Lubang Buaya yang sempat merasakan betapa tragisnya peristiwa yang hingga kini masih menuai kontroversi: Gerakan 30 September atau G30 S/PKI. Bagaimana ceritanya? (bersambung/trisno@radartarakan.com)

No comments: